MANADO, Manadonet.com- Tidak kunjung selesainya kasus tanah di Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat, RT 25, RW 7, Lingkungan IV, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara (Sulut), pelapor melalui kuasa hukum menyurat ke Kapolda Sulut yang baru Irjen Pol Mulyatno.
Pasalnya kasus tanah Gogagoman ini sudah dilaporkan sebanyak 4 kali dan sudah 5 kali Kapolda Sulut berganti, serta sudah ada beberapa oknum penyidik dinyatakan melakukan pelanggaran etik saat melakukan tugas namun kasus tanah di Gogagoman belum kunjung selesai.
Prof Ing Mokoginta mengatakan, kami sebagai pelapor telah memasukkan surat pengaduan kepada Kapolda Irjen Mulyanto. Kami memohon kepada beliau, bantulah kami menyelesaikan perkara perampasan tanah di Polda Sulut, yang sudah berlangsung sejak tahun 2017, sudah 5 Kapolda berlalu dan sudah 4 kali buat laporan.
“Kami menunggu status hukum dari Laporan Polisi (LP) 3 dan LP 4. Untuk LP3 sudah ada SPDP, di kejaksaan sudah ada P16, tetapi karena selama hampir 6 bulan tidak ada penetapan tersangka maka SPDP dikembalikan oleh kejaksaan,” tegas dia.
Menurut Prof Ing Mokoginta, gelar perkara pun belum dilakukan, padahal terlapor sudah diperiksa pada tahap penyidikan ini, lebih dari sebulan yang lalu.
“Apakah karena ada istri orang kaya yang akan jadi tersangka sehingga sulit bagi tim penyidik untuk mengambil keputusan? Bpk Kapolda yang terhormat, jangan biarkan terus Institusi bapak dicemarkan oleh oknum-oknum tertentu, Institusi yang seharusnya tugasnya adalah untuk menegakkan hukum demi keadilan tanpa pandang bulu, yang kaya maupun yang miskin?,” harap dia.
Lanjut dia, para terlapor menggugat kami di PN, dan menggunakan fotokopi SHM yang sudah dibatalkan dan ditarik oleh BPN Kotamobagu dan BPN Provinsi Sulut berdasarkan keputusan PTUN.
“Yang menjadi pertanyaan kami juga adalah ada pengacara terlapor yang sudah tahu bukti yang dipakai untuk gugat ke PN adalah sudah dibatalkan di PTUN sampai putusan PK dan sudah dicabut oleh BPN karena pengacara tersebut adalah pengacara yang menangani di PTUN, tentu saja pengacara ini jelas tau apa keputusan PTUN dan SHM kliennya sudah ditarik dari edaran,” beber dia.
Dia menjelaskan, dimana hati nurani pengacara-pengacara tersebut dalam mengajukan gugatan kepada kami di PN Kotamobagu dengan menggunakan bukti fotokopi SHM yang sudah ditarik dari edaran? Bagaimana pengacara-pengacara tersebut bisa meminta legalisir fotokopi SHM yang sudah tidak ada, berarti membohongi petugas Kantor Pos?
“Kepada Organisasi Peradi dan Peradin, atau organisasi lainnya, pertanyaan kami, beginikah kualitas pengacara di negara kita? Sebagai pengacara, mereka tentu memahami apa arti keputusan PTUN yang bersifat “Erga Omnes” yang mengikat dan bahkan harus dihormati oleh pengadilan yang lain,” jelas dia.
“Memang rantai mafia tanah sulit tetapi bukan berarti tidak dapat diputuskan, karena banyak pihak yang terlibat di dalamnya. Adanya oknum-oknum yang seharusnya tau hukum, justru menggunakan hukum sesuai kepentingannya. Jadi kami mohon kepada Kapolri dan Kapolda yang terhormat, biarlah kami rakyat kecil yang miskin, bisa mendapatkan keadilan di negara kita yang tercinta ini,” tutup dia. (rds)