MANADO, Manadonet.com- Kasus tanah di Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat, RT 25, RW 7, Lingkungan IV, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara yang diproses Polda Sulut dibawa ke Mabes Polri.
Perkara dugaan tindak pidana perampasan dan penyerobotan tanah tersebut mulai masuk babak baru, yang akan dilakukan oleh LQ Indonesia Law Firm.
Penasehat Hukum Advokat H. Alfan Sari mengatakan, sudah datang ke Mabes Polri dimana ada dua agenda yakni, tindak lanjut dari upaya kami menghadap ke Dirkrimum Polda Sulut kemarin dan berkoordinasi dengan beberapa mitra kerja di Mabes Polri.
“Iya, jadi sampai akhirnya diagendakan untuk menghadap ke Karowabprof, Bapak Kombes Pol. Daniel Widya Mucharam,” ujar dia.
Menurut dia, dalam pertemuan membahas perihal upaya pengawasan dan pengawalan atas laporan polisi yang sedang berjalan di Polda Sulut, terkait adanya dugaan tindak pidana perampasan dan penyerobotan tanah.
“Kami kuasa hukum pelapor memiliki pertimbangan dan alasan yang cukup untuk meminta kepada Karowabprof dan Irwasum Mabes Polri untuk memberikan atensi dan pengawasan serius terkait penanganan perkara ini,” kata dia.
Lanjut dia, ada dugaan dan kekhawatiran yang beralasan bagi kami selaku pelapor terhadap perkembangan perkara ini akan sulit untuk diungkap apabila penanganannya tetap dilakukan disana yakni di Polda Sulut.
Seperti yang kita ketahui bersama, faktanya bahwa penyidik Polda Sulut yang menangani laporan pertama dan laporan kedua LQ Indonesia Law Firm, sudah terbukti melakukan pelanggaran etik dan dijatuhi hukuman oleh Propam.
“Oleh karenanya, untuk laporan ketiga dan laporan keempat kami upayakan untuk tetap berjalan dengan tegak lurus dan tanpa intervensi. Salah satu upayanya adalah dengan audiensi hari ini,” ucap dia.
Sementara itu, Penasehat Hukum Advokat Jaka Maulana mengatakan, bukan tidak mungkin kasus ini akan dilaporkan ulang di Bareskrim Mabes Polri.
“Karena selain adanya kekhawatiran tidak profesionalnya penyidik yang sudah berjalan disana, juga faktor usia klien kami yang sudah berusia diatas 80 tahun,” kata dia.
Menurut dia, klien kami usianya sudah 80 tahun sangat tidak mungkin untuk mobilisasi nantinya mengikuti proses perjalannan kasus ini di Polda Sulut, mengingat pelapor saat ini berkediaman di Kota Bogor Jawa Barat.
Untuk diketahui, perkara ini bermula ketika pada tahun 2017, dr. Sientje Mokoginta dan Prof. Ing Mokoginta selaku ahli waris dari Hoa Mokoginta sebagai pemilik tanah seluas 17.996 m2 di Kota Kotamobagu menemukan adanya penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diduga dipalsukan di atas lahan tersebut.
“Mereka kemudian menempuh upaya hukum terhadap permasalahan tersebut, termasuk melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan dan perampasan hak atas tanah itu ke Polda Sulut. Ada pun yang menjadi terlapor dalam laporannya adalah, Stella Mokoginta dan kawan-kawan,” jelasnya.
Tercatat sudah 4 nomor laporan yang terdaftar di Polda Sulut sejak tahun 2017 yang lalu, namun demikian kasus ini seolah selalu menemui jalan buntu dan belum dapat terungkap hingga saat ini.
“Kuatnya aroma intervensi oknum juga turut mewarnai perjalanan perkara ini, terbukti dari adanya penemuan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum penyidik Polda Sulut yang menangani laporan pertama dan laporan kedua mereka,” ucap dia.
Dia menjelaskan, perkara ini dapat ditarik ke Mabes Polri dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang ada. Kami mengharapkan, agar perkara ini dapat diambil alih oleh Mabes Polri, semata-mata agar penanganannya bisa lebih akuntabel, netral dan transparan. Sehingga kebenarannya dapat terungkap.
“Kami percaya masih ada Polisi baik dan dapat turut memperjuangkan tegaknya hukum dan keadilan di Mabes Polri, dan kami akan kawal terus proses ini hingga selesai,” kata dia.