JAKARTA, Manadonet.com- Belasan nama oknum polisi dilaporkan dugaan pelanggaran etik ke Propam Mabes Polri.
belasan nama tersebut diduga melakukan dugaan pelanggaran etik saat melakukan proses pemeriksaan terkait kasus tanah Gogagoman Kotamobagu, Sulut.
Kasus Tanah Gogagoman Kotamobagu tersebut dilaporkan ke Polda Sulut oleh Prof Ing Mokoginta Cs, dimana sudah ada sebanyak kurang lebih empat laporan polisi. Dimana kasus tak kunjung selesai.
Advokat dari LQ Indonesia Law Firm, Jaka Maulana, S.H, selaku Kuasa Hukum Prof Ing Mokoginta mengatakan, benar sudah ada beberapa nama yang kami laporkan kemarin.
“19 Mei 2022 kami sudah menerima juga Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) dimana Bagyanduan Divpropam Polri telah menindaklanjuti laporan kami dan melimpahkan laporan tersebut ke Biro Pertanggung Jawaban Profesi Divpropam Polri untuk ditindaklanjuti,” kata dia, kemarin.
Lanjut dia, kemudian nantinya akan disampaikan perkembangan penanganan melalui Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Propam (SP2HP2-2).
“Kami berharap bisa dilakukan pemeriksaan dengan seadil-adilnya hingga kami bisa mendapat kepastian hukum,” kata dia.
Informasi untuk belasan nama oknum polisi tersebut antara lain, HS alias Hari, TPP alias Tris, GS alias Gan, M alias Martho, DT alias Djon, IM alias Isk, JU alias Jan, RU alias Rob, TA alias Tau, DP alias Dedy, juga ada yang sudah pensiun.
Diketahui, bahwa perkara ini pada awalnya terkait dengan sebidang tanah yang terletak di Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat, Kota Kotamobagu.
Dimana tanah tersebut sudah ada SHM Nomor 98/Gogagoman tahun 1987 an. Hoa Mokoginta dan dialihkan kepada ahli warisnya yakni Sientje Mokoginta, Ing Mokoginta, Inneke S dan Ignatius BP sebagai pemilik.
Lalu kemudian pada tahun 2009 diatas tanah yang sama terbit SHM 2567/Gogagoman tahun 2009 an. Marthen M yang sudah dipecahkan sempurna.
Dan seluruh hasil pemecahan /produk SHM-SHM dari SHM Nomor: 2567/Gogagoman tahun 2009 an. Marthen M telah dibatalkan /dicabut oleh putusan PTUN dan SK pencabutan dari BPN. (Bukti-bukti sudah masukan ke penyidik)
Lalu kemudian pada tahun 2009 diatas tanah yang sama terbit SHM 2567/Gogagoman tahun 2009 an. Marthen M yang sudah dipecahkan sempurna
Dan seluruh hasil pemecahan /produk SHM-SHM dari SHM Nomor: 2567/Gogagoman tahun 2009 an. Marthen M telah dibatalkan /dicabut oleh putusan PTUN dan SK pencabutan dari BPN. (Bukti-bukti sudah masukan ke penyidik)
Dengan terlapor Maxi M dkk atas dugaan tindakan pidana penguasaan tanah tanpa hak atau penyerobotan sebagai dimaksud dalam pasal KUHP, namun laporan tersebut dihentikan (SP3). Sesuai LP 3 yang sudah ada SPDP di kenakan Pasal 385 penyerobotan berlatar penggelapan dan Pasal 263 tentang pemalsuan.
Kemudian dr Sientje Mokoginta kembali melaporkan di Polda Sulut laporan Kedua terhadap Maxi M dkk dengan dugaan tindak pidana perampasan /penggelapan hak dan penyerobotan.
Sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/78/II/2020/Sulut/SPKT akan tetapi laporan ini juga dihentikan sebagaimana SP2HP Nomor: B/473/XI/2020/Dit. Reskrimum tanggal 4 November 2020.
Dan untuk penyelidikan laporan pertama dan kedua sudah dilaksanakan sidang kode etik. Selanjutnya ASA CB. Saudale (anak dari dr. Sientje Mokoginta ) melakukan Laporan Polisi yang ketiga di Polda Sulut.
Sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/541/XII/2020/Sulut/SPKT tanggal 7 Desember 2020 terhadap Welly M dkk (saudara Maxi M) atas dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan penggelapan hak atas tanah dan terkait laporan ini maka penyidik telah melakukan gelar perkara yang terakhir pada 22 Desember 2021.
Atas hasil gelar perkara pada Laporan Ketiga kami keberatan yakni SP2HP Nomor: B /495/XII/2021 /Dit. Reskrimum tanggal 30 Desember 2021 karena yang kami laporkan dalam laporan yang ketiga ini bukan pasal 167 atau penyerobotan.
Namun pasal 263 dan 385 akan tetapi penyidik menerapkan pasal 167 padahal waktu laporan Kedua pernah dilakukan gelar perkara yang dihadiri juga oleh kuasa hukum dan pelapor.
Dimana saat itu pelapor meminta untuk Laporan kedua penyidik dapat juga melakukan penyelidikan atas dugaan tindakan pidana pasal 263 atau pasal 385.
Akan tetapi kalau tidak salah dalam gelar perkara tersebut ada pendapat dari penyidik dan peserta gelar yang menyatakan bahwa tidak bisa diterapkan ke pasal 263 atau pasal 385 karena mengacu ke laporan awal/dasar laporannya adalah penyerobotan bukan pemalsuan atau penggelapan hak.
Sehingga untuk dilakukan penyelidikan atas dugaan pasal 263 atau pasal 385 KUHP tidak bisa. Bahkan dalam gelar perkara tersebut dihadiri oleh ahli pidana dari Unsrat yakni DR. Johny Lembong yang mengatakan bahwa persoalan ini tidak bisa diterapkan ke pasal 167.
BACA JUGA: Kasus Tanah Gogagoman, LQ Indonesia Law Firm Usut Keterlibatan Oknum Purnawirawan Polisi Inisial RL
Sehingga yang menjadi pertanyaan kami mengapa laporan ketiga ini diterapkan pasal 167? Dimana saat itu kami meminta untuk Laporan kedua penyidik dapat juga melakukan penyelidikan atas dugaan tindakan pidana pasal 263 atau pasal 385.
Akan tetapi kalau tidak salah dalam gelar perkara tersebut ada pendapat dari penyidik dan peserta gelar yang menyatakan bahwa tidak bisa diterapkan ke pasal 263 atau pasal 385 karena mengacu ke laporan awal/dasar laporannya adalah penyerobotan bukan pemalsuan atau penggelapan hak. Sehingga untuk dilakukan penyelidikan atas dugaan pasal 263 atau pasal 385 KUHP tidak bisa.
Bahkan dalam gelar perkara tersebut dihadiri oleh ahli pidana dari Unsrat yakni DR. Johny Lembong yang mengatakan bahwa persoalan ini tidak bisa diterapkan ke pasal 167. Sehingga yang menjadi pertanyaan kami mengapa laporan ketiga ini diterapkan pasal 167?
Sedangkan tanah yang menjadi objek sengketa saat ini hanya memiliki SHM Nomor: 98/Gogagoman tahun 1978 sedangkan seluruh SHM-SHM yang diterbitkan atau pemecahannya dari SHM Nomor : 2567/Gogagoman tahun 2009 sudah dibatalkan oleh putusan PTUN.
Terhadap laporan ketiga ini maka penyidik telah memberikan SPDP tertanggal 27 April 2021 dengan surat nomor : B/37/IV/2021/Dit. Reskrimum.
Namun sesuai informasi yang kami dapatkan, jaksa telah mengembalikan SPDP tersebut karena belum dilengkapi berkas-berkas pendukung.
Dan juga dalam SPDP tersebut diberikan tembusan kepada tersangka akan tetapi sampai saat ini belum diketahui siapa tersangkanya.
Bahwa saat ini kami juga sudah membuat laporan yang keempat, sebagaimana Laporan Polisi Nomor : STTLP/B/460/IX/2021/SPKT/Polda Sulut tanggal 28 September 2021 terhadap terlapor Corry M dkk (Saudara Kandung Maxi M)
Dengan dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu dan saat ini terlapor belum dilakukan pemeriksaan. Bahwa berdasarkan uraian kami diatas maka kami memohon kepada Kapolda Sulut agar dapat memantau perkara kami.
Dan jika dalam pelaksanaan penyelidikan /penyidikan ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum, kiranya dapat diambil tindakan untuk tetap menjaga profesionalisme dan integritas Polri khususnya Polda Sulut. (valentino)