Tanggal 30 September 2025 Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) akan berusia 91 Tahun. Gereja Tuhan ini telah melintasi sejarah yang cukup panjang dan beronak duri. Gereja ini resmi berbadan hukum berdasarkan Besluit Gubernur Hindia Belanda yang dicatat dalam Staatsblad 563 Nomor 5 Tanggal 17 September 1934 dan Akta notaris R.H. Hardaseputra, SH Nomor 20 Tanggal 21 Juli 1992 tentang Pernyataan BERBADAN HUKUM Gereja Masehi Injili di Minahasa. Pernyataaan Berbadan Hukum ini dilegalisasi oleh Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI Tanggal 5 Oktober 1992.
Belasan Ketua Sinode telah memimpin Gereja ini mulai dari para Dominee yang berasal dari negeri Belanda sampai para Pendeta pribumi Bangsa Minahasa. Semuanya melayani jemaat dan setia pada pemerintah yang sah. Dari aspek kesejarahan Gereja ini selalu turut berperan menegakkan cita-cita bangsa Indonesia dari zaman orde lama, orde baru hingga orde reformasi. Ketua sinode yang jadi junjungan Gereja Tuhan ini diyakini diurapi dan terpilih karena kehendak Tuhan Yesus sebagai Kepala Gereja.
Karena itu kerja pelayanan dalam kondisi sulit sekalipun, baik disaat penjajahan Belanda, Jepang, Pergolakan Permesta, peristiwa G 30 S PKI Bencana Alam dan Banjir bandang di Kota Manado Tahun 2014 sampai saat Pandemi Covid-19 Tahun 2020-2022, Gereja yang bervisi : Gereja yang Kudus, Am dan Rasuli ini selalu tampil terdepan dalam komitmen, Marturia, Koinonia dan Diakonia. Komitmen ini dijalankan tanpa membedakan Suku Agama Ras dan Antar Golongan.
Gereja yang berdasarkan data base SIT GMIM memiliki 1.082 Jemaat, 149 Wilayah, 11.686 Kolom, 2.672 Pendeta, 158 Guru Agama, 16.873 Penatua dan 11.593 Diaken, 244.498 Kepala Keluarga dan sekitar 827.825 jiwa/anggota jemaat, serta 167 pegawai/Guru/Dosen, 30 pensiunan Guru Agama, 128 pensiunan pegawai/Dosen/Guru, selalu melahirkan Tokoh-tokoh Nasional dan regional karena Gereja ini memiliki jejaring Rumah Sakit dan Pendidikannya yang berjumlah ribuan mulai dari strata PAUD, SR/SD SMP, SMA/K dan Universitas Kristen Indonesia Tomohon yang bernaung di bawah Yayasan Medika GMIM dan Yayasan Ds. A.Z.R. Wenas menempatkan GMIM sebagai salah satu Gereja di Indonesia yang memiliki Akumulasi aset yang bernilai trilyunan rupiah yang tersebar di tanah Minahasa Raya, sejumlah kota besar di Indonesia bahkan di beberapa kota di Amerika, Jepang, Hongkong dan lain-lain.
Tanpa bermaksud untuk flexing, namun ada adagium yang menyatakan bahwa di Tanah Minahasa ini ada dua tempat yang pasti ditemui di setiap Desa, yaitu; Kantor/Balai Desa dan SD GMIM. Jika kita mengenang perjuangan pelayanan Ds. A.Z.R Wenas yang sempat melayani jemaat di hutan dan perkebunan tanah Minahasa saat pergolakan Permesta dengan hanya berbekal alat transportasi kuda yang dilengkapi bible di Tahun 1957 s.d 1960 dengan resiko terbunuh baik oleh tentara pusat maupun tentara Permesta. Pelayanan beliau mengingatkan kita sejarah tentang cara penggembalaan untuk pendamaian sesama yang beliau lakoni. Dalam keadaan sulit beliau masih berkesempatan mengarahkan jemaat untuk menanam Pisang, Bete, Ubi, Batatak untuk sekedar bertahan hidup. Beliau melayani tanpa batas dan tanpa balas selain balasan Tuhan. Beliau juga mengajarkan tentang arti kesederhanaan, bahkan tanah miliknya dihibahkan untuk R.S Bethesda Tomohon. Dari pembangunan RS ini beliau mengajarkan tentang memberi tanpa pamrih dan solidaritas untuk kemanusiaan yang tidak terbatas.
Besok Tanggal 30 September 2025 Gereja Tuhan ini genap berusia 91 Tahun. Artinya tinggal 9 Tahun lagi Gereja ini akan memasuki 1 abad yang akan kita jemput sebagai The Golden Age Milenium GMIM. Namun demikian, menjelang HUT ke-91 GMIM bersinode, dibalik gema lonceng Gereja, di tengah suasana burung Gereja bernyanyi dan pohon nyiur yang melambai-lambai bahkan dibalik jubah hitam para Pendeta, mestinya
ada PITA HITAM yang harus dikenakan oleh para Pendeta, para Pelsus bahkan para jemaat yang pernah berucap dan berjanji dengan ungkapan ABG “Aku Bangga GMIM”. Bagaimana tidak? Ketua Sinode GMIM Pdt. Hein Arina, Penatua Am Steve Kepel Sekprov Sulut, Penatua Asiano Gamy Kawatu mantan Pj Sekprov, Penatua Fereydy Kaligis Kepala Biro Kesra dan mantan Pj. Walikota Tomohon dan Jeffry Korengkeng mantan Kepala BKAD Sulut telah hampir 1/2 Tahun terpenjara di Rutan Polda Sulut dan Rutan Malendeng Manado. Sebagai orang-orang yang ditokohkan GMIM, karena adanya kasus yang dipaksakan ini, yakni kasus Dana Hibah GMIM dari Pemprov Sulut T.A 2020 s.d 2023 mereka semua “dituduhkan” sebagai pelaku korupsi atas dasar dari “penyidikan” Polisi beserta “rekomendasi” BPKP Sulut, DIDUGA terdapat kerugian Negara sebesar Rp 8.9 M dari total hibah Rp 21.5 M. Kerugian ini “menurut” BPKP meliputi 14 item kegiatan baik atas kegiatan operasional, beasiswa, pelaksanaan sidang sinode, perjalanan dinas pelayanan ke sidang raya Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches), hibah Dana Insentif Daerah sampai tambahan dana pembangunan sejumlah RS, Gereja dan kampus UKIT. Dalam hubungan ini, dana hibah hanya bersifat komplementer atau tambahan dana saja, karena lebih dari separuh dana pembangunan dimaksud telah disediakan BPMS, Yayasan dan solidaritas Jemaat. Jikapun ada kekurangan maka dari aspek regulasi kekeliruannya bersifat administratif. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak menemukan Rp 1 pun yang masuk “popoji” pribadi atas dana tersebut kepada orang terdakwa. Kalaupun ini dipaksakan untuk diperkarakan, dari pandangan para ahli hukum masalah ini semata-mata masalah Administratif ataupun Perdata yang jauh dari Pidana. Sekalipun sulit dibuktikan masalah ini sebagai kasus PIDANA, toh telah membawa 5 warga GMIM yang belum tentu bersalah menjadi “martir” GMIM. Pastilah mereka saat ini berurai airmata, rasa duka, insecure, over thinking dan hampir putus asa karena dihinakan dibalik jeruji penjara yang sempit, pengap, bahkan menurut informasi mereka sempat diisolasi dan diperlakukan tidak manusiawi (tidur tanpa bantal, terkunci
selama 22 jam selama berminggu minggu, digeledah hampir setiap hari, tidak bisa dikunjungi keluarga kecuali Isteri dan anak-anak bahkan para pelayan Tuhan yang ingin menggembalakan para TSK ditutup aksesnya sama sekali. Ini sesungguhnya melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Sungguh ironi di saat kaum muda ber-party pora dan yang
berpunya ber-healing ria, mereka berlima para martir GMIM dipaksa untuk “staycation” dibalik jeruji.
Kalau sudah begini yang menjadi pertanyaan dan perenungan adalah, ini salah siapa dan ini dosa siapa? Siapa yang melapor dan siapa yang menjadi aktor intelektualnya? Siapa yang diuntungkan dari prahara di tubuh GMIM ini? Inikah yang dinamakan Kriminalisasi? Sakit tapi tak berdarah memang. Semoga Presiden Prabowo yang juga seorang Tuama Minahasa dapat memantau kasus yang telah memecah belah masyarakat Minahasa ini. Dalam perenungan yang panjang disaat Gereja Tuhan akan berusia 91 Tahun, disaat Gereja kita akan melaksanakan Ibadah Agung. Ingatlah akan mereka dan doakan mereka saudara-saudara kita para terdakwa, bangunlah SOLIDARITAS, kibarkan Panji GMIM bersama bendera Panji Yosua setengah tiang, kobarkan semangat Aku Bangga GMIM – Aku Cinta GMIM sebagai simbolisasi keteguhan Iman di tengah badai pencobaan dunia. Fakta persidangan selama 4 kali bersidang di PN Manado, kesalahan mereka rasanya sulit diungkap dan diungkapkan oleh JPU dan para saksi dihadapan Majelis Hakim Yang Mulia dan para terdakwa bersama penasehat hukum, karena sifatnya sekali lagi administratif semata. Semoga kiranya para Hakim sebagai wakil Tuhan dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi mereka bersama keluarganya dan untuk kita semua Tou Minaesa yang menanti dengan penuh
harap.
Jika sudah demikian, maka teruntuk para haters “si paling perfect” yang sempat menuduh dan menghakimi bahwa mereka telah menikmati uang haram, serta mereka yang mengatakan bahwa ada mens rea atas pemberian dana hibah ini, berhentilah untuk mencela. Ingat Tuhan tidak pernah tidur bestie! Sekalipun torang samua orang berdosa
dia tetap mengasihi bahkan mengampuni kita semua. Amin.
Salam kasih dari :
Toar Tou EminahasaE
