MANADONET.COM – Dosen dan mahasiswa Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Manado (Polkesdo) melakukan penelitian di Desa Tateli Dua, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa, terkait kendali stunting pada anak balita, Juni hingga Agustus 2024. Hasilnya, ternyata faktor pendidikan, faktor pendapatan, faktor tinggi badan ibu dan faktor pola asuh berhubungan dengan kendali stunting pada anak balita di Desa Tateli Dua.
Dosen Jurusan Keperawatan Polkesdo, Lorrien G. Runtu S.Pd, S.SiT, MPH menjelaskan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stunting pada anak balita di Desa Tateli Dua. “Uji statistic korelasi Chi-Square menunjukan ada hubungan antara pendidikan orang tua 0,000, pendapatan keluarga 0,001, tinggi badan ibu 0,001, dan pola asuh 0,001< alpah 0,05. Maka ada hubungan antara faktor-faktor di atas dengan kendali stunting. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor pendidikan, faktor pendapatan keluarga, faktor tinggi badan ibu, dan faktor pola asuh memiliki hubungan yang erat dengan kendali stunting,” ujar Lorrien G. Runtu.

Dia mengungkapkan, penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tateli khususnya Desa Tateli Dua memiliki pendidikan terakhir yaitu : SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi dan sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian sebagai Pegawai Swasta, Pegawai Negeri, Pedagang, Wiraswasta, Sopir, Buruh, TNI/Polri.
“Dari 73 responden dengan kriteria inklusi, ibu yang memiliki anak balita dan orang tua balita. Kesimpulannya, pendidikan orang tua memiliki hubungan yang erat dengan kendali stunting. Pendapatan keluarga memiliki hubungan yang erat dengan kendali stunting. Tinggi badan ibu memiliki hubungan yang erat dengan kendali stunting. Serta pola asuh memiliki hubungan yang erat dengan kendali stunting,” pungkas Lorrien Runtu didampingi Praysi I. Bawuno, mahasiswa Jurusan Keperawatan Polkesdo.
Sekadar diketahui, Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (Bagi bayi di bawah lima tahun) yang diakibatkan kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi Stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. WHO (2015), stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berbeda di bawah standar.
Selanjutnya menurut WHO (2020) stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang/tinggi badan menurut usia yang kurang dari 2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversible akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat atau infeksi berulang atau kronis yang terjadi dalam 1.000 HPK. (kit)
BACA SELENGKAPNYA ARTIKEL KESEHATAN FAKTOR PENGENDALI STUNTING PADA ANAK BALITA DI DESA TATELI DUA KECAMATAN MANDOLANG
